Unknown
Kalender Islam Internasional
Untuk menyempurnakan pembahasan tentang rukyat dan hisab ini, marilah kita tengok sebuah pembahasan yang sangat erat hubungannya dengan masalah ini, yaitu masalah pembuatan dan penggunaan kalender yang dijadikan patokan oleh umat manusia dalam menentukan tanggal, bulan dan tahun mereka. Dalam islam kalender yang dikenal dan digunakan kaum muslimin sejak awal kemuculannya di jaziroh arab adakah kelender hijriyah yang didasarkan pada peredaran bulan. Namun sebelum mengenal kalender tersebut lebih dalam, ada beberapa pembahasan yang kiranya perlu untuk difahami.
A.Urgensi
Kalender dalam peradaban umat manusia
Dalam
Kamus besar Bahasa Indenesia, Kalender mempunyai dua makna, yaitu :
1
daftar hari dan bulan dlm setahun; penanggalan; almanak; takwim;
2
jadwal kegiatan di suatu perguruan atau lembaga.
Dan
yang kita maksud dengan pembahasan kita kali ini adalah makna yang pertama.
Sedangkan
menurut Mohammad Ilyas, astronom terkemuka dari Malaysia kalender adalah sistem
waktu yang mereflesikan lenting dan kekuatan suatu peradaban.
Kalender
ini adalah sesuatu yang sangat urgen dalam kehidupan umat manusia, Karena manusia
adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup kecuali dengan berinteraksi dengan
lainnya. Dalam sekup kehidupan yang kecil saja, jika ada dua orang yang
berjanji akan bertemu unuk urusan mereka, maka akan sangat sulit sekali
melaksanakannya kecuali kalau adanya sebuah kalender yang bisa digunakan
sebagai patokan janji mereka tersebut. Misalnya dua bulan lagi hari ini tanggal
sekian bulan dan tahun sekian.
Dalam
fiqh muamalah, kalau jual beli misalnya dilaksanakan secara tempo baik dari
sisi penjual maupun pembeli , maka harus ditentukan waktu pembayarannya agar
tidak terjerumus pada jahalah (ketidak jelasan). Dan itu sangat sulit kalau
tidak ada sistem kalender yang menjadi patokan mereka berdua.
Perlunya
mengetahui waktu ini di isyaratkan oleh Alloh dengan sangat nampak dalam
banyak ayat Nya. Diantaranya adalah :
هُوَ الَّذِي جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَاءً وَالْقَمَرَ نُورًا وَقَدَّرَهُ
مَنَازِلَ لِتَعْلَمُوا عَدَدَ السِّنِينَ وَالْحِسَابَ مَا خَلَقَ اللَّهُ ذَلِكَ
إِلَّا بِالْحَقِّ يُفَصِّلُ الْآَيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ
Dia-lah
yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya
manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu
mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang
demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya)
kepada orang-orang yang mengetahui. (QS. Yunus: 5)
Juga
firman Nya
وَجَعَلْنَا اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ آَيَتَيْنِ فَمَحَوْنَا آَيَةَ اللَّيْلِ
وَجَعَلْنَا آَيَةَ النَّهَارِ مُبْصِرَةً لِتَبْتَغُوا فَضْلًا مِنْ رَبِّكُمْ
وَلِتَعْلَمُوا عَدَدَ السِّنِينَ وَالْحِسَابَ وَكُلَّ شَيْءٍ فَصَّلْنَاهُ
تَفْصِيلًا
Dan
Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda, lalu Kami hapuskan tanda malam
dan Kami jadikan tanda siang itu terang, agar kamu mencari karunia dari
Tuhanmu, dan supaya kamu mengetahui bilangan tahun-tahun dan perhitungan. Dan
segala sesuatu telah Kami terangkan dengan jelas. (QS. Al Isro’: 12)
Juga
firman Nya :
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ
اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ
ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ
Sesungguhnya
hitungan bulan disisi Alloh ada 12 bulan dalam kitab Alloh pada hari
menciptakan langit dan bumi, diantaranya terdapat empat bulan haram (mulia).
Ini adalah agama yang lurus. (QS. Al Ahqof : 15)
Ayat-ayat
ini memberikan isyarat bahwa penciptaan langit dan bumi serta alam semesta
serta peredaran bulan matahari serta benda langit lainnya adalah dalam
waktu yang telah ditetapkan oleh Alloh tanpa bergeser sehingga memungkinkan
bagi manusia dengan taufiq dari Alloh untuk merumuskan pembuatan kalender pada
hari-hari mendatang.
Terutama
dengan perkembangan dunia yang demikian pesat, yang semuanya ditentukan oleh
tepat oleh waktu yang telah ditentukan, maka tidak mungkin kecuali dengan
adanya sebuah kalender yang mapan. Oleh karena itu kalau boleh maka akan kita
katakan bahwa kalender adalah sebuah tuntutan peradaban (Civilizational
imperative) dan bahkan merupakan syarat bagi suatu peradaban agar tetap eksis
dan berkembang.
Oleh
karena itu system pembuatan kalender ini sudah ada sejak dahulu kala, jauh
sebelum kedatangan islam. Dan saat Rosululloh datang di jaziroh Arab, disaat
itu sudah ada nama hari, tanggal dan bulan. Dan Rosululloh menetapkannya serta
tidak mengingkarinya. Bahkan tatkala kaum muslim pada generasi awal -tepatnya
pada zaman Kholifah Umar bin Khothob- ingin membuat sebuah kalender, mereka
menetapkan nama hari dan bulan sebagaimana yang sudah ada sejak zaman
jahiliyyah.
B.
Kalender hanya untuk keperluan administrasi bukan untuk menetapkan ibadah yang
disyaratkan rukyat visual.
Dan
perlu saya tegaskan disini agar tidak terjadi kesalahfahaman, bahwa urgennya
membuat kalender untuk umat islam berdasarkan ilmu hisab ini bukan perkara
bid’ah, bahkan hal ini diperbolehkan jika hanya untuk digunakan dalam urusan
keadministrasian, muamalah antar sesama, ketatanegaraan atau yang semisalnya.
Namun jika untuk urusan penetapan ibadah seperti awal puasa, dan hari raya maka
harus menunggu hasil rukyat hilal secara visual langsung.
Syaikh
bin Baz pernah menjelaskan masalah ini dalam dengan bagus. Beliau berkata :
“Saya
pernah memimpin dauroh ke enam dalam acara simposium tentang penyatuan kalender
hijriyyah yang diadakan di kota mekkah al Mukarromah sejak dari selasa tanggal
10/1/1406 sampai hari kamis 12/1/1406 H. Pertemuan keterangan-keterangan
tentang awal datangnya bulan-bulan qomariyyah pada tahun 1407 dan 1408 H serta
lima bulan pada tahun 1409 H sesuai dengan dasar ilmu hisab yang dipakai para
ahli falak. Namun saya tidak tanda tangan pada apa yang dihasilkan pada
pertemuan tersebut, karena saya khawatir orang yang melihatnya akan menyangka
bahwa saya setuju untuk menetapkan puasa, hari raya idul fithri serta
hukum-hukum syar’I lainnya dengan ilmu hisab.
Dan
saya telah memberikan pemahaman kepada anggota pada pertemuan tersebut. Saya
juga sudah menjelaskan bahwa menetapkan hilal dan hukum-hukum syar’I harus
dengan rukyah langsung atau dengan ikmal (menyempurnakan hitungan bulan),
sebagaimana hal ini ditegaskan oleh Rosululloh
صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ غُبِّيَ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا
عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلَاثِينَ
“berpuasalah
kalian karena melihat (hilal) dan berbukalah karena melihatnya. Lalu jika
tertutupi atas kalian maka sempurnakan hitungan bulan Sya’ban 30 hari.” (HR.
Bukhori Muslim)
Juga
sabda beliau :
لاَ تُقَدِّمُوا الشَّهْرَ حَتَّى تَرَوُا الْهِلاَلَ أَوْ تُكْمِلُوا
الْعِدَّةَ ثُمَّ صُومُوا حَتَّى تَرَوُا الْهِلاَلَ أَوْ تُكْمِلُوا الْعِدَّةَ
“Janganlah
kalian mendahului bulan sehingga kalian melihat hilal atau menyempurnakan
hitungan, kemudian berpuasalah sehingga kalian melihat hilal atau
menyempurnakan hitungan.” (HR. Nasa’I dan Abu Dawud dengan sanad shohih)
Juga
sabda Rosululloh :
إِنَّا أُمَّةٌ أُمِّيَّةٌ لاَ نَحْسِبُ وَلاَ نَكْتُبُ وَالشَّهْرُ هَكَذَا
وَهَكَذَا وَهَكَذَا ». وَعَقَدَ الإِبْهَامَ فِى الثَّالِثَةِ « وَالشَّهْرُ
هَكَذَا وَهَكَذَا وَهَكَذَا ». تَمَامَ الثَّلاَثِينَ.
“Sesungguhnya
kami adalah umat yang ummi, tidak menulis dan tidak menghitung. Satu bulan itu
demikian demikian dan demikian dan saat yang ketiga beliau melipat ibu jari
beliau. Juga terkadang demikian demikian dan demikian. Maksudnya sempurna tiga
puluh hari.” (HR. Bukhori Muslim, dan lafadz ini dalam Muslim)
Dan
hadits-hadits yang semakna dengan ini sangat banyak. Adapun menyatukan
kalender dengan ilmu hisab, maka tidak ada apa-apa untuk digunakan dalam urusan
administrasi atau keperluan yang semisalnya.
Saya
sampaikan ini untuk memberikan penjelasan, nasehat serta agar terbebas dari
tanggung jawab. Semoga Alloh mencurahkan taufiq Nya kepada kita semua untuk
melaksanakan apa yang dicintai dan di ridhoi Nya, sesungguhnya Alloh maha
pemurah lagi mulia. Dan semoga sholawat serta salam senantiasa dianugerahkan
kepada Rosululloh Muhammad pengikut dan para sahabat beliau.: (Lihat majmu’ fatawa
syaikh bin Baz 15/153, Bida’ wa Akhho Tata’allaqu bil ayyam wasy syuhur hlm :
198)
Di
Indonesia –alhamdulillah- cara inilah yang digunakan oleh Depag, dimana mereka
mempunyai kalender untuk urusan keadministrasian. Namun untuk menetapkan awal
bulan Romadhon syawal dan dzulhijjah maka diadakan sidang itsbat yang
mengumpulkan ahli rukyat dan persaksian orang-orang yang melihat hilal serta
dihadirkan pula ahli hisab. walhamdulillah. Dan alhamdulillah ini pulalah yang
dilakukan oleh PBNU, dimana dalam kalender resminya mereka mengatakan :
“Catatan
:
1. Penentuan awal-awal bulan pada
almanak ini berdasarkan imkanur Rukyah untuk lokasi Jakarta (LT = -6 derajat
10’ , BT 106 derajat 49 ‘ dan TT 28 meter).
2. Khusus penentuan awal bulan Ramadhan,
Syawal dan Dzulhijjah (untuk pelaksanaan ibadah) harus berdasarkan rukyatul
hilal bil fi’li yang akurat, sehingga apabila pihak yang berwenang
menentukannya berdasarkan rukyatul hilal, maka wajib mengikutinya.” (LIhat
Almanak resmi PBNU 2010)
Namun
sebelum membahas lebih jauh tentang kelender hijriyyah yang digunakan didunia
islam, ada baiknya kita mengenal beberapa kalender dunia lainnya. Yaitu :
C.Kalender
dunia
Secara
umum ada tiga jenis kalender yang dipakai umat manusia penghuni planet ini.
Pertama,
kalender solar (syamsiyah, berdasarkan matahari), yang waktu satu tahunnya
adalah 365 hari 5 jam 48 menit 46 detik atau 365,2422 hari.
Kedua,
kalender lunar (qamariyah, berdasarkan bulan), yang waktu satutahunnya adalah
dua belas kali lamanya bulan mengelilingi bumi, yaitu 29 hari 12 jam 44 menit 3
detik (29,5306 hari = 1 bulan) dikalikan dua belas, menjadi 354 hari 8 jam 48
menit 34 detik atau 354,3672 hari.
Ketiga,
kalender lunisolar, yaitu kalender lunar yang disesuaikan dengan matahari. Oleh
karena kalender lunar dalam setahun 11 hari lebih cepat dari kalender solar,
maka kalender lunisolar memiliki bulan interkalasi (bulan tambahan, bulan
ke-13) setiap tiga tahun, agar kembali sesuai dengan perjalanan matahari.
Kalender
Masehi, Iran, dan Jepang merupakan kalender solar, sedangkan kalender Hijriah
dan Jawa merupakan kalender lunar. Adapun contoh kalender lunisolar adalah
kalender Imlek, Saka, Buddha, dan Yahudi.
Semua
kalender tidak ada yang sempurna, sebab jumlah hari dalam setahun tidak bulat.
Untuk memperkecil kesalahan, harus ada tahun-tahun tertentu yang dibuat sehari
lebih panjang (tahun kabisat atau leap year).
Pada
kalender solar, pergantian hari berlangsung tengah malam (midnight) dan awal
setiap bulan (tanggal satu) tidak tergantung pada posisi bulan. Adapun pada
kalender lunar dan lunisolar pergantian hari terjadi ketika matahari terbenam
(sunset) dan awal setiap bulan adalah saat konjungsi (Imlek, Saka, dan Buddha)
atau saat munculnya hilal (Hijriah, Jawa, dan Yahudi). Oleh karena awal bulan
kalender Imlek dan Saka adalah akhir bulan kalender Hijriah, tanggal kalender
Imlek dan Saka umumnya sehari lebih dahulu dari tanggal kalender Hijriah.
Oleh
karena itu ada baiknya kita mengenal kalender yang pernah dan sebagian masih
digunakan oleh sebagian umat manusia. Diantaranya :
Pertama
: Kalender Saka
Kalender
saka adalah sebuah kalender yang berasal dari India. Kalender ini merupakan
sebuah penanggalan syamsiyah qomariyah (candra surya) atau kalender luni solar.
Tidak hanya digunakan oleh masyarakat Hindu di India, kalender saka juga masih
digunakan oleh masyarakat Hindu di Bali, Indonesia, terutama untuk menentukan
hari-hari besar keagamaan mereka.
Kalender
Saka dimulai tahun 78 Masehi, ketika kota Ujjayini (Malwa di India sekarang)
direbut kaum Saka (Scythia) di bawah pimpinan Raja Kaniska dari tangan kaum
Satavahana. Tahun baru terjadi pada saat Minasamkranti (matahari pada rasi
Pisces) awal musim semi.
Nama-nama
bulan pada kalender saka ini adalah Caitra, Waisaka, Jyestha, Asadha, Srawana,
Bhadrawada, Aswina (Asuji), Kartika, Margasira, Posya, Magha, Palguna.
Agar
kembali sesuai dengan matahari, bulan Asadha dan Srawana diulang secara
bergilir setiap tiga tahun dengan nama Dwitiya Asadha dan Dwitiya Srawana. Satu
bulan dibagi dua bagian: suklapaksa (paro terang, dari konjungsi sampai
purnama) dan kresnapaksa (paro gelap, dari selepas purnama sampai menjelang
konjungsi), masing-masing bagian 15 atau 14 hari (tithi). Jadi, kalender Saka
tidak memiliki tanggal 16. Misalnya, tithi pancami suklapaksa adalah tanggal
lima, sedangkan tithi pancami kresnapaksa adalah tanggal dua puluh.
Kalender
Saka dipakai di Jawa sampai awal abad ke-17. Kesultanan Demak, Banten, dan
Mataram menggunakan kalender Saka dan kalender Hijriah secara bersama-sama.
Pada tahun 1633 Masehi (1555 Saka atau 1043 Hijriah), Sultan Agung Ngabdurahman
Sayidin Panotogomo Molana Matarami (1613-1645) dari Mataram menghapuskan
kalender lunisolar Saka dari Pulau Jawa, lalu menciptakan kalender Jawa yang
mengikuti kalender lunar Hijriah. Namun, bilangan tahun 1555 tetap
dilanjutkan.
Jadi, 1
Muharram 1043 Hijriah adalah 1 Muharam 1555 Jawa, yang jatuh padahari Jum'at
Legi tanggal 8 Juli 1633 Masehi. Angka tahun Jawa selalu berselisih 512 dari
angka tahun Hijriah. Keputusan Sultan Agung ini disetujui dan diikuti oleh
Sultan Abul-Mafakhir Mahmud Abdul kadir (1596-1651) dari Banten. Dengan
demikian kalender Saka tamat riwayatnya diseluruh Jawa, dan digantikan oleh
kalender Jawa yang bercorak Islam.
Nama-nama
bulan disesuaikan dengan lidah Jawa: Muharam, Sapar, Rabingulawal,
Rabingulakir, Jumadilawal, Jumadilakir, Rejeb, Saban, Ramelan, Sawal,
Dulkangidah, Dulkijah. Muharam juga disebut bulan Sura sebab mengandung Hari
Asyura 10 Muharram. Rabi'ul-Awwal dijuluki bulan Mulud, yaitu bulan kelahiran
Nabi Muhammad s.a.w. Rabi'ul-Akhir adalah Bakdamulud atau Silihmulud, artinya
"sesudah Mulud". Sya'ban merupakan bulan Ruwah, saat mendoakan arwah
keluarga yang telah wafat, dalam rangka menyambut bulan Pasa (puasa Ramadhan).
Dzul-Qa'dah disebut Hapit atau Sela sebab terletak di antara dua hari raya.
Dzul-Hijjah merupakan bulan Haji atau Besar (Rayagung), saat berlangsungnya
ibadah haji dan Idul Adha.
Nama-nama
hari dalam bahasa Sansekerta (Raditya, Soma, Anggara, Budha Brehaspati, Sukra,
Sanaiscara) yang berbau jahiliyah (penyembahan benda-benda langit) juga
dihapuskan oleh Sultan Agung, lalu diganti dengan nama-nama hari dalam bahasa
Arab yang disesuaikan dengan lidah Jawa: Ahad, Senen, Seloso, Rebo, Kemis,
Jumuwah, Saptu. Tetapi hari-hari pancawara (Pahing, Pon, Wage, Kaliwuan, Umanis
atau Legi) tetap dilestarikan, sebab hal ini merupakan konsep asli masyarakat
Jawa, bukan diambil dari kalender Saka atau budaya India.
Dalam
setiap siklus satu windu (delapan tahun), tanggal 1 Muharam(Sura)
berturut-turut jatuh pada hari ke-1, ke-5, ke-3, ke-7, ke-4, ke-2, ke-6 dan
ke-3. Itulah sebabnya tahun-tahun Jawa dalam satu windu dinamai berdasarkan
numerologi huruf Arab: Alif (1), Ha (5), Jim Awwal (3), Zai (7), Dal (4), Ba
(2), Waw (6), dan Jim Akhir (3). Sudah tentu pengucapannya menurut lidah Jawa:
Alip, Ehe, Jimawal, Je, Dal, Be, Wawu, dan Jimakir. Tahun-tahun Ehe, Je, dan
Jimakir ditetapkan sebagai kabisat. Jumlah hari dalam satu windu adalah [354 x
8] + 3 = 2835 hari, angka yang habis dibagi 35 [7 x 5]. Itulah sebabnya tanggal
1 Muharam tahun Alip dalam setiap 120 tahun selalu jatuh pada hari dan pasaran
yang sama.
Oleh
karena kabisat Jawa tiga dari delapan tahun (3/8 = 45/120), sedangkan kabisat
Hijriah 11 dari 30 tahun (11/30 = 44/120), maka dalam setiap 15 windu (120
tahun), yang disebut satu kurup, kalender Jawa harus hilang satu hari, agar
kembali sesuai dengan kalender Hijriah. Sebagai contoh, kurup pertama
berlangsung dari Jumat Legi 1 Muharam tahun Alip 1555 sampai KamisKliwon 30
Dulkijah tahun Jimakir 1674. Di sini 30 Dulkijah dihilangkan.
Dengan
demikian Rabu Wage 29 Dulkijah 1674 akhir kurup pertama langsung diikuti oleh
awal kurup kedua Kamis Kliwon 1 Muharam tahun Alip 1675.
Setiap
kurup (periode 120 tahun) dinamai menurut hari pertamanya. Periode 1555-1674
disebut kurup jamngiah (Awahgi = tahun Alip mulai Jumuwa Legi), kemudian
periode 1675-1794 kurup kamsiah (Amiswon =Alip-Kemis-Kliwon), dan periode
1795-1914 kurup arbangiah (Aboge =Alip-Rebo-Wage). Sejak 1 Muharam tahun Alip
1915 (1 Muharram 1403 Hijriah) yang jatuh pada 19 Oktober 1982, kita berada
dalam kurup salasiah 1915-2034 (AsoPon = Alip-Seloso-Pon), di mana setiap 1
Muharam tahun Alip pasti jatuh pada hari Selasa Pon. Tahun baru 1 Muharam
(Sura) tahun Alip 1939, yang identik dengan 1 Muharram 1427 Hijriah, jatuh pada
hari Selasa Pon tanggal 31 Januari 2006.
Kedua :
Kalender Sunda
Belakangan
ini mulailah populer apa yang disebut Kala Sunda, yang dikatakan sebagai
kalender lunar asli Sunda yang terlupakan selama ratusan tahun. Kala Sunda
ternyata memiliki kejanggalan dalam penentuan awal bulan. Berbeda dengan
kalender solar yang tidak tergantung pada posisi bulan, semua
kalender
lunar dan lunisolar harus memperhitungkan munculnya bulan baru dalam penentuan
tanggal satu.
Itulah
sebabnya tanggal satu (awal bulan) dari kalender-kalender Hijriah, Jawa,
Yahudi, Saka, Buddha dan Imlek selalu berdekatan.
Anehnya,
Kala Sunda menetapkan tanggal satu ketika bulan berwujud setengah lingkaran
(padahal seharusnya tanggal 7 atau 8). Istilah Sansekerta suklapaksa (paro
terang), yang arti sesungguhnya "separo bulan (half-moon) sebelum
purnama", dipersepsi secara lain oleh sang pembuat kalender Kala
Sunda,
yaitu "awal bulan terjadi ketika bulan terlihat separo (half-moon)"
Ternyata
apa yang dinamakan Kala Sunda itu merupakan kalender modern yang diramu dari
berbagai sistem kalender lain, lalu dimodifikasi agar kelihatan berbeda dengan
kalender-kalender sebelumnya. Sistem Kala Sunda persis sama seperti pinang
dibelah dua dengan sistem kalender Jawa: dalam sewindu ada tiga tahun kabisat,
dan setiap 120 tahun dihilangkan sehari, sehingga jika misalnya awal windu
(indung powe) Senen Manis, maka awal windu selanjutnya Senen Manis juga. Setiap
120 tahun, indung powe berganti dari Senen Manis menjadi Ahad Kliwon, kemudian
menjadi Sabtu Wage, dan seterusnya.Jadi, sama sekali tidak ada kelebihan Kala
Sunda dari kalender karya Sultan Agung yang selama ini dipakai oleh masyarakat
Sunda, termasuk oleh Harian Pikiran Rakyat setiap hari.
Nama-nama
bulan dalam Kala Sunda (Kartika, Margasira, Posya, Maga, Palguna, Setra,
Wesaka, Yesta, Asada, Srawana, Badra, Asuji), nama-nama hari (Radite,
Soma, Anggara, Buda, Respati, Sukra, Tumpek), serta pembagian bulan menjadi
suklapaksa dan kresnapaksa sehingga tidak ada tanggal 16, semuanya itu meniru
kalender Saka, kecuali nama hari Tumpek (Sabtu) yang entah dari mana diambil. Nama-nama
ini bukan budaya asli Sunda, melainkan pinjaman dari India. Di kalangan rumpun
Indo-Jermania (termasuk India), hari pertama berhubungan dengan dewa matahari
(Raditya, Dies Solis, Sunday, Zondag, Sonntag, Dimanche), dan hari kedua dengan
dewa bulan (Soma, Dies Lunae,Monday, Maandag, Montag, Lundi). Nama-nama hari
kalender Saka yang sudah dihapuskan Sultan Agung lantaran berbau kemusyrikan
kini dihidupkan kembali oleh Kala Sunda.
Masih
ada lagi beberapa hal yang patut dijelaskan oleh sang pembuat kalender Kala
Sunda. Mengapa bulan pertama dalam Kala Sunda adalah Kartika, yang dalam
kalender Saka bulan kedelapan? Apakah manfaatnya menghitung tanggal satu dari
saat bulan setengah lingkaran, yang tidak pernah ada sepanjang sejarah kalender
sejak zaman Mesopotamia dan Mesir Purba? Apakah gunanya menghidupkan kembali
pembagian bulan menjadi suklapaksa dan kresnapaksa, padahal dalam kalender Saka
modern di India tidak dipakai lagi? Jika sekarang tahun 1942 Sunda, berarti
tahun 1 kalender Kala Sunda jatuh pada tahun 123 Masehi. Peristiwa penting
apakah gerangan yang terjadi tahun 123 Masehi, sehingga kita tetapkan sebagai
Tahun Satu?
Kala
Sunda memang cukup akurat, cuma kita harus jujur mengatakan bahwa ini adalah
kalender baru ciptaan seorang budayawan Sunda, Ali Sastramidjaja (Abah Ali),
yang sangat patut kita hargai! Tetapi janganlah kita gegabah mengatakannya
sebagai warisan leluhur Ki Sunda, sebab belum pernah ada kalender seperti itu.
Prasasti-prasasti sebelum Islam selalu menggunakan kalender Saka (India),
meskipun banyak yang dilengkapi pancawara (bahkan ada juga yang memakai
sadwara) hari-hari asli Jawa dan Sunda
Ketiga
: Kalender Hijriah Solar iran (persia)
Ditinjau
dari hubungan terhadap kalender Hijriah, kalender Jawa berkebalikan dengan
kalender Iran (Persia). Jika di Jawa kalender mengikuti Hijriah tetapi angka
tahun tidak berubah, maka di Iran kalender tidak berubah tetapiangka tahun
dihitung dari hijrah Nabi.
Jadi
kalender Iran adalah kalender Hijriah Solar (kalender Hijriah dengan
perhitungan matahari). Selain berlaku di Iran, kalender ini juga dipakai di
Afganistan dan Tajikistan sebagai sesama rumpun bangsa Persia.
Kalender
Iran diciptakan Raja Cyrus tahun 530 SM, dan dibuat lebih akurat pada awal abad
ke-12 oleh ahli matematika dan astronomi yang juga sastrawan,Umar Khayyam
(1050-1122). Tahun baru (Nawruz) selalu jatuh pada awal musim semi. Nama-nama
bulan adalah Farwardin, Ordibehest, Khordad, Tir, Mordad,Shahriwar, Mehr, Aban,
Azar, Dey, Bahman, Esfand. Enam bulan pertama 31 Hari dan lima bulan berikutnya
30 hari. Bulan terakhir, Esfand, 29 hari (tahun biasa) atau 30 hari (tahun
kabisat yang empat tahun sekali).
Dibandingkan
dengan kalender solar yang lain, kalender Iran paling cocok dengan musim.
Tanggal 1 Farwardin selalu 21 Maret (awal musim semi), tanggal 1 Tir selalu 22
Juni (awal musim panas), tanggal 1 Mehr selalu 23 September(awal musim gugur),
dan tanggal 1 Dey selalu 22 Desember (awal musim dingin).
Setelah
bangsa Iran memeluk agama Islam, tahun hijrah Nabi (622 M) dijadikan Tahun Satu,
tetapi kalender tetap berdasarkan matahari. Tahun baru tanggal 1 Farwardin 1385
Hijriah Solar jatuh pada 21 Maret 2006.
Kempat
: Kalender china
Seperti
halnya kalender saka, kalendar Cina juga menggunakan sistem penanggalan
luni solar. Menurut legenda, kalendar Cina berkembang sejak tahun ketiga
sebelum masehi. Para ahli menyepakati bahwa kalendar Cina sebagai patokan
penanggalan yang paling lama digunakan di dunia. Kalendar ini adalah ciptaan
pemerintah Huang Di atau Maharaja Kuning yang memerintah sekitar 2698-2599 SM.
Bukti arkeologi terawal mengenai kalendar Cina ditemukan pada selembar naskah kuno yang diyakini berasal dari tahun kedua sebelum masehi atau pada masa Dinasti Shang berkuasa. Pada masanya, dipaparkan tahun luni solar yang lazimnya 12 bulan, namun kadang-kadang ada pula bulan ke-13, bahkan bulan ke-14. Penambahan bilangan bulan dalam tahun kalendar memastikan peristiwa tahun baru tetap dilangsungkan dalam satu musim saja, sebagaimana kalender masehi meletakkan satu hari tambahan pada bulan Februari setiap empat tahun.
Bukti arkeologi terawal mengenai kalendar Cina ditemukan pada selembar naskah kuno yang diyakini berasal dari tahun kedua sebelum masehi atau pada masa Dinasti Shang berkuasa. Pada masanya, dipaparkan tahun luni solar yang lazimnya 12 bulan, namun kadang-kadang ada pula bulan ke-13, bahkan bulan ke-14. Penambahan bilangan bulan dalam tahun kalendar memastikan peristiwa tahun baru tetap dilangsungkan dalam satu musim saja, sebagaimana kalender masehi meletakkan satu hari tambahan pada bulan Februari setiap empat tahun.
Di negara Cina sekarang, kalendar Cina hanya digunakan untuk menandai perayaan orang Cina, seperti Tahun Baru Cina, perayaan Duan Wu, dan Perayaan Kuih Bulan. Begitu juga dalam bidang astrologi, seperti memilih tahun yang sesuai untuk melangsungkan perkawinan atau meresmikan pembukaan bangunan baru. Sementara itu, untuk kegiatan harian, masyarakat Cina mengacu kepada hitungan kalender masehi
Kelima
: Kalender Arab pra islam
Sebelum
kedatangan islam, ditanah Arab dikenal sitem kalender berbasis campuran antara
bulan (qomariyyah) dan matahari (syamsiyyah). Tahun baru (Ra's as-Sanah =
"Kepala Tahun") selalu berlangsung setelah berakhirnya musim panas
sekitar September.
Bulan
pertama dinamai Muharram, sebab pada bulan itu semua suku atau kabilah di
Semenanjung Arabia sepakat untuk mengharamkan peperangan. Pada bulan Oktober
daun-daun menguning sehingga bulan itu dinamai Shafar ("kuning").
Bulan November dan Desember pada musim gugur (rabi') berturut-turut dinamai
Rabi'ul-Awwal dan Rabi'ul-Akhir. Januari dan Februari adalah musim dingin
(jumad atau "beku") sehingga dinamai Jumadil-Awwal dan Jumadil-Akhir.
Kemudian salju mencair (rajab) pada bulan Maret. Bulan April di musim semi
merupakan bulan Sya'ban (syi'b = lembah), saat turun ke lembah-lembah untuk
mengolah lahan pertanian atau menggembala ternak. Pada bulan Mei suhu mulai
membakar kulit, lalu suhu meningkat pada bulan Juni. Itulah bulan Ramadhan
("pembakaran") dan Syawwal ("peningkatan"). Bulan Juli
merupakan puncak musim panas yang membuat orang lebih senang istirahat
duduk di rumah daripada bepergian, sehingga bulan ini dinamai Dzul-Qa'dah
(qa'id = duduk). Akhirnya, Agustus dinamai Dzul-Hijjah, sebab pada bulan itu
masyarakat Arab menunaikan ibadah haji ajaran nenek moyang mereka, Nabi
Ibrahim. Setiap bulan diawali saat munculnya hilal, berselang-seling 30 atau 29
hari, sehingga 354 hari setahun, 11 hari lebih cepat dari kalender solar yang
setahunnya 365 hari. Agar kembali sesuai dengan perjalanan matahari dan agar
tahun baru selalu jatuh pada awal musim gugur, maka dalam setiap periode 19
tahun ada tujuh buah tahun yang jumlah bulannya 13 (satu tahunnya 384 hari).
Bulan interkalasi atau bulan ekstra ini disebut nasi' yang ditambahkan pada
akhir tahun sesudah Dzul-Hijjah.
Ternyata
tidak semua kabilah di Semenanjung Arabia sepakat mengenai tahun-tahun mana
saja yang mempunyai bulan nasi'. Masing-masing kabilah seenaknya menentukan bahwa
tahun yang satu 13 bulan dan tahun yang lain Cuma 12 bulan. Lebih celaka
lagi jika suatu kaum memerangi kaum lainnya pada bulan Muharram (bulan
terlarang untuk berperang) dengan alasan perang itumasih dalam bulan
nasi',belum masuk Muharram, menurut kalender mereka. Akibatnya, masalah bulan
interkalasi ini banyak menimbulkan permusuhan dikalangan masyarakat Arab.
Pemurnian
kalender "lunar"
Setelah
masyarakat Arab memeluk agama Islam dan bersatu di bawah pimpinan Nabi
Muhammad, maka turunlah perintah Allah agar umat Islam memakai kalender lunar
yang murni dengan menghilangkan bulan nasi'. Hal initercantum dalam firman
Alloh :
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ
اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ
ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ وَقَاتِلُوا
الْمُشْرِكِينَ كَافَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَافَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ
اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ (36) إِنَّمَا النَّسِيءُ زِيَادَةٌ فِي الْكُفْرِ
يُضَلُّ بِهِ الَّذِينَ كَفَرُوا يُحِلُّونَهُ عَامًا وَيُحَرِّمُونَهُ عَامًا
لِيُوَاطِئُوا عِدَّةَ مَا حَرَّمَ اللَّهُ فَيُحِلُّوا مَا حَرَّمَ اللَّهُ
زُيِّنَ لَهُمْ سُوءُ أَعْمَالِهِمْ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ
الْكَافِرِينَ
“Sesungguhnya
bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di
waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah
(ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam
bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana
merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta
orang-orang yang bertakwa. Sesungguhnya mengundur-undurkan bulan haram itu
adalah menambah kekafiran. Disesatkan orang-orang yang kafir dengan mengundur-undurkan
itu, mereka menghalalkannya pada suatu tahun dan mengharamkannya pada tahun
yang lain, agar mereka dapat mempersesuaikan dengan bilangan yang Allah
mengharamkannya, maka mereka menghalalkan apa yang diharamkan Allah. (Syaitan)
menjadikan mereka memandang perbuatan mereka yang buruk itu. Dan Allah tidak
memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.” (QS. At-Taubah : 36, 37)
Dengan
turunnya wahyu Allah di atas, Nabi Muhammad mengeluarkan dekrit bahwa
kalender Islam tidak lagi bergantung kepada perjalanan matahari. Meskipun
nama-nama bulan dari Muharram sampai Dzul-Hijjah tetap digunakan karena sudah
populer pemakaiannya, bulan-bulan tersebut bergeser
setiap
tahun dari musim ke musim, sehingga Ramadhan ("pembakaran") tidak
selalu pada musim panas dan Jumadil-Awwal ("beku pertama") tidak
selalu pada musim dingin. Mengapa harus kalender lunar murni? Hal ini
disebabkan agama Islam bukanlah untuk masyarakat Arab di Timur Tengah saja,
melainkan untuk seluruh umat manusia di berbagai penjuru bumi yang letak
geografis dan musimnya berbeda-beda. Sangatlah tidak adil jika misalnya
Ramadhan (bulan menunaikan ibadah puasa) ditetapkan menurut sistem kalender
solar atau lunisolar, sebab hal ini mengakibatkan masyarakat Islam di suatu
kawasan berpuasa selalu di musim panas atau selalu di musim dingin.
Sebaliknya,
dengan memakai kalender lunar yang murni, masyarakat Kazakhstan atau umat Islam
di London berpuasa 18 jam di musim panas, tetapi berbuka puasa pukul empat sore
di musim dingin. Umat Islam yang menunaikan ibadah haji pada suatu saat
merasakan teriknya matahari Arafah di musim panas, dan pada saat yang lain
merasakan sejuknya udara Mekah di musim dingin.
Nama-nama
bulan yang ada pada kalender arab pra islam ini sampai sekarang masih digunakan
dalam kalender hijriyyah. Hanya saja mereka tidak memiliki angka tahun. Oleh
karenanya mereka menghitung tahu dengan peristiwa besar yang terjadi pada waktu
tersebut. Misalnya tahun dimana lahir Rosululloh dikenal dengan istilah tahun
gajah. Hal ini karena pada tahun tersebut Abrahah gubernur Yaman yang merupakan
salah satu wilayah negara Ethoipia (Habsyah) menyerbu kota mekkah dengan
pasukan gajah. Karena besarnya peristiwa ini maka tahun tersebut dikenal oleh
manusia saat ini dengan tahun gajah. Dan mereka menghitung kejadian dengannya.
Misal terjadi demikian satu atau dua tahun sebelum sathun gajah.
Keenam
: Kalender Yahudi
Umat
Yahudi menggunakan kalender Anno Mundi (Tahun Dunia) yang memulai
perhitungan tahun sejak 3760 SM, tahun penciptaan langit dan bumi (Genesis)
menurut keyakinan umat Yahudi. Tahun baru terjadi pada awal musim gugur
(September atau Oktober). Sama dengan kalender Hijriyah, awal bulan ditandai oleh munculnya
hilal.
Nama-nama
bulan adalah Tishri, Heshvan, Kislev, Tebet, Shebat, Adar, Nisan, Iyyar,
Sivan, Tammuz, Ab, Elul. Agar sesuai kembali dengan matahari, setiap tiga tahun
ditambahkan bulan interkalasi sesudah Adar yang dinamai Adar
Sheni (Adar kedua). Tahun baru 1 Tishri 5769 jatuh pada tanggal 20
September 2009, bertepatan dengan 1 Syawwal 1430 Hijriyah.
Hari
Raya terpenting bagi umat Yahudi
adalah Pesakh atau Paskah (artinya “lewat; bebas”), yaitu
tanggal 14 Nisan, hari pembebasan Bani Israil yang dipimpin Nabi Musa a.s. dari
perbudakan Fir`aun di Mesir selama ratusan tahun. Pada hari Paskah 14 Nisan,
yang jatuh pada tanggal 30 Maret 2010, umat Yahudi dianjurkan menyembelih hewan
qurban berupa domba.
Umat
Nasrani juga merayakan Paskah, tetapi dengan makna yang berbeda, yaitu
pembebasan manusia dari dosa. Mereka tidak menyembelih domba, sebab Nabi Isa
al-Masih mereka anggap sebagai “domba Paskah” yang sudah dikorbankan.
Pada mulanya Paskah umat Nasrani sama dengan umat Yahudi, yaitu tanggal 14
Nisan. Sejak tahun 325 Masehi, melalui sidang Konsili di Nikea (Iznik di Turki
sekarang), Paskah ditetapkan harus pada hari Minggu sesudah purnama selepas 21
Maret, agar cocok dengan perayaan Easter Sunday warisan kepercayaan
kafir Romawi purba. Itulah sebabnya Paskah umat Nasrani tahun ini jatuh pada
tanggal 4 April 2010.
ketujuh : Kalender Jepang
Kalender
Jepang merupakan kalender solar yang dimulai tahun 660 SM, tatkala kaisar
pertama, Jimmu Tenno, naik tahta. Pada mulanya tahun baru (Oshogatsu) jatuh
pada awal musim semi. Ketika Jepang memasuki era modernisasi pada masa Kaisar
Meiji (Mutsuhito) abad ke-19, mereka meniru segala yang berbau Eropa, termasuk
menyesuaikan kalender Jepang dengan kalender Gregorian (Masehi). Kaisar Meiji
menetapkan bahwa 1 Januari 1873 Masehi adalah 1 Januari 2533. Sejak itu
kalender Jepang identik dengan kalender Masehi, hanya angka tahunnya yang
berbeda.
Suatu
periode beralih ke periode yang lain pada saat pergantian kaisar. Masa Kaisar
Hirohito (1926-1988 Masehi atau 2586-2648 Jepang) adalah
periode Showa (“kepeloporan”). Sejak Januari 1989 (2649) ketika
Kaisar Akihito naik tahta, bangsa Jepang memasuki
periode Heisei (“kesejahteraan”). Kini kita memasuki tahun 2670 atau
tahun ke-22 periode Heisei.
Tahun
Jepang berlaku di Indonesia pada masa pendudukan Jepang 1942-1945 Masehi
(2602-2605). Dalam naskah proklamasi kemerdekaan yang ditandatangani Sukarno
dan Hatta tertulis "hari 17 boelan 8 tahoen 05". Angka 05 bukanlah
karena Sayuti Melik salah ketik. Hari kemerdekaan bangsa dan negara kita memang
jatuh pada tanggal 17 Agustus 2605 (1945 Masehi).
Kedelapan
: Kalender Romawi (Julian)
Kalender
Masehi pada hakikatnya adalah kalender Romawi yang bermula sejak pendirian kota
Roma, tujuh setengah abad sebelum Nabi Isa al-Masih dilahirkan. Ketika Romulus
dan Remus mendirikan kota Roma tahun 753 SM menurut hitungan kita sekarang,
mereka membuat kalender lunisolar. Awal tahun adalah awal musim semi, dan
tahun pembangunan Roma ditetapkan sebagai tahun 1 AUC (ab urbi condita =
“sejak kota dibangun”).
Nama-nama
bulan adalah Martius (Mars, dewa perang), Aprilus (Aprilia,
dewi cinta), Maius (Maya, dewi kesuburan), Junis (Juno,
istri dewa Jupiter), Quintilis (bulan
ke-5), Sextilis (bulan ke-6),September (bulan
ke-7), October (bulan ke-8), November (bulan
ke-9), December (bulan ke-10),Januari (Janus, dewa penjaga
gerbang langit), dan Februari (Februalia, dewi kesucian).
Masing-masing bulan 30 hari, kecuali Februari sebagai bulan terakhir hanya 24
atau 25 hari, sehingga jumlah setahun 354 atau 355 hari. Agar tahun baru
tanggal 1 Martius tetap jatuh pada awal musim semi, setiap tiga tahun disisipkan
bulan interkalasi, Mercedonius, setelah Februari.
Pada
tahun 708 AUC (tahun 46 SM, kata kita sekarang), kalender lunisolar Romawi
berubah menjadi kalender solar yang ditiru dari bangsa Mesir.
Masyarakat Mesir purba menyembah dewa matahari dan kehidupan mereka sangat
tergantung pada pasang dan surut Sungai Nil, sehingga mereka sejak tahun 4236
SM membuat kalender solar untuk menandai musim banjir, musim tanam dan musim
panen. Penguasa Romawi saat itu, Julius Caesar, berpacaran dengan Cleopatra
ratu Mesir. Untuk mengambil hati kekasihnya, Julius Caesar mengubah kalendernya
menjadi kalender solar. Aneh tapi nyata: kalender berubah gara-gara cinta!
Dengan
bantuan Sosigenes, seorang ahli astronomi Yunani di Iskandariah, awal tahun
Romawi serta jumlah hari dalam setiap bulan disesuaikan dengan kalender Mesir.
Tahun baru digeser dari Martius (Maret) menjadi Januari. Akibatnya, September
yang artinya “bulan ke-7” (septem = tujuh) menjadi bulan ke-9. Nama bulan
Quintilis diganti bulan Julius, diambil dari namanya sendiri. Banyaknya
hari dalam sebulan: Januari 31, Februari 28 atau 29, Martius 31, Aprilus 30,
Maius 31, Junis 30, Julius 31, Sextilis 31, September 30, October 31, November
30, dan December 31.
Tahun
708 AUC itu ditetapkan oleh Julius Caesar menjadi tahun 1 Julian. Oleh karena
merupakan tahun transisi dari sistem lunar ke sistem solar, tahun itu ditambah
90 hari: 67 hari diletakkan antara November dan December, dan 23 hari sesudah
Februari. Jadi tahun 1 Julian berjumlah 445 hari, dan sering dijuluki annus
confusionis (“tahun campur-aduk”).
Kaisar
Romawi berikutnya, Octavianus Augustus, ingin juga mengabadikan namanya dalam
kalender. Namanya, Augustus, dipakai mengganti nama bulan Sextilis.
Untunglah kaisar-kaisar selanjutnya tidak memiliki keinginan serupa, sehingga
nama-nama bulan tidak lagi mengalami perubahan.
Kalender
romawi julian ini digunakan secara resmi di Eropa, sebelum adanya reformasi
oleh Paus Gregorius XIII. Britani Raya baru menggunakannya para tahun 1752,
Rusia baru menggunakannya tahun 1918 dan Yunani baru tahun 1923. Gereja
ortodoks sampai sekarang tetap menggunakan kalender Julian sehingga perayaan
natal dan tahun baru berbeda dengan kalender yang berlaku didunia sekarang
yaitu kalender Gregorian.
Pada
tanggal 1 Januari 1622, I januari ditetapkan sebagai permulaan tahun pada
kalender ini.
Kesembilan
: Kalender Gregorian
Kalender
inilah yang dikenal sekarang dengan istilah kalender masehi atau syamsiyyah.
Dan inilah yang paling banyak digunakan di dunia. Kalau ditilik dari
sejarahnya, niscaya kita temukan bahwa kalender ini perupakan penyempurnaan
dari kalender Julian.
Yang
pertama kali mengusulkannya adalah DR. Aloysius Lilius dari Napoli Italia. Dan
usulan ini disetujui oleh Paus Gregorius XIII pada tanggal 24 Pebruari
1582. Sebagaimana kalender Julian, kalender Gregorian inipun berdasarkan
gerakan matahari.
Kalender
ini muncil karena dinilai bahwa kalender Julian kurang akurat, sebab permulaan
musim semi (21 Maret) semakin maju sehingga perayaan paskah yang sudah
disepakati sejak Konsisli Nicea I pada tahun 325 tidak tepat lagi. Lalu pada
tahun 1582, hari satu Oktober diikuti dengan hari ahad 15 Oktober. Setelah
kalender Gregorian ini di canangkan, tidak semua Negara mau mengunakannya.
Rusia misalnya baru menggunakannya pada yahun 1918.
(Lihat
Risalah al ustadz Abu Yusuf Al Atsari, memilih hisab atau rukyat hlm 38-40,
Mengompromikan Rukyat Hisab oleh Tono Saksono Ph.D hlm : 47-68, makalah ust.
Irfan Anshory dalamhttp://irfananshory.blogspot.com/2010/01/mengenal-berbagai-jenis-kalender.html)
D.
Hukum menggunakan kalender Masehi (Gregorian)
Sebagaimana
telah disinggung sebelumnya bahwa didunia saat ini, kalender inilah yang paling
banyak digunakan.
Kalender
gregorian ini berbasis peredaran matahari. Dan menetapkan bahwa jumlah bulan
dalam satu tahun adalah 12 bulan dengan jumlah hari yang tetap sebagaimana
semula.
Diseluruh
dunia waktu dan tanggal dengan menggunakan kalender ini sama. Dalam artian
kalau di grenwich tanggal I januari tahun 2010 terjadi pada hari jumat, maka
diseluruh dunia tanggal tersebut pun jatuh pada hari yang sama.
Dalam
kalender ini pergantin hari dimulai pada pukul 00.00 atau jam 12 malam. Dan
setelah lewat jam tersebut maka sudah masuk pagi hari berikutnya.
Dalam
kalender ini dikenal istilah garis tanggal internasional (International Date
Line) yang menentukan dimana dan kapan suatu tanggal dan hari dimulai . Garis
ini terletak di laut Pasifik pada garus bujur 180 derajat. Garis ini tidak
lurus mengikuti garis bujur tersebut dari utara keselatan, melainkan pada
tempat tertentu membelok. Belokan yang paling mencolok adalah ketika melewati
kepulauan Kiribati. Sebelum tahun 1955, kepulauan ini dibelah dua oleh garis
tanggal International dan pada masing-masing bagian berlaku waktu yang berbeda.
Akan tetapi sejak tahun 1955, GTI ini dibelokkan ke arah timur kepulauan
trrsebut hingga mencapai titik ujung pada posisi 151 derajat bujur Barat dan 10
derajat lintang utara. Dan pada titik ujung ini berlaku WU (waktu
Universal/GMT) + 14 jam. (Lihat Hari raya dan Problematika Hisab Rukyat oleh
Prof DR. H. Syamsul Anwar, MA. hlm : 120)
Kalender
ini dikenal dengan sangat luas dunia barat maupun di dunia islam. Di Indonesia,
yang notebene sebagai bangsa terbesar muslimnya pun menggunakan kelender ini.
Namun
sesuatu yang harus dan segera untuk difahami oleh semuanya adalah bagaimana
hukum menggunakan kalender ini untuk berbagai kepentingan ?
Sesuatu
yang harus kita fahami bersama bahwa menggunakan kalender ini dibenci bahkan
sebagian para ulama’ melarangnya, kecuali kalau dalam kondisi yang mengharuskan
atau dibutuhkan harus menggunakan kalender ini. Hal ini disebabkan beberapa hal
berikut ini :
1. Dengan menggunakan kalender ini akan
menghilangkan kalender islam (kalender hijriyyah)
Dan
inilah kenyataan yang ada di tengah kaum muslimin. Betapa banyak kaum muslimin
tidak mengetahui kalender hijriyyah, bahkan nama bulannyapun tidak hafal.
2.
Dengan menggunakan kalender Gregorian dan meninggalkan
kalender hijriyyah, maka dikhawatirkan akan termaskuk dalam sikap wala’
(loyalitas) kepada orang kafir. Minimalnya adalah bentuk tasyabuh (menyerupai
kekhususan) orang kafir.
3. Nama-nama bulan yang terdapat dalam
kalender masehi adalah nama raja dan dewa orang Yunani dan Romawi.
Oleh
karena itu para ulama’ pun melarangnya. Diantara mereka Syaikh sholih al
Fauzan. Tatkala beliau menyebutkan bentuk-bentuk loyal kepada orang kafir,
beliau berkata : “menggunakan kelender mereka, terutama kalender yang
menyebutkan ritual dan hari raya mereka, seperti kalender masehi (Gregorian)
Yang
mana kalender ini adalah untuk memperingati hari natal kelahiran Nabi Isa, yang
sebenarnya perayaan itu mereka buat-buat sendiri dan sama sekali bukan ajaran
Nabi Isa. Maka menggunakan kalender ini berarti ikut serta untuk merayakan
syiar dan hari raya mereka. Karenanya, hindarilah menggunakan kalender ini.
Oleh karena itu tatkala para sahabat ingin menetukan kalender pada zaman Umar,
mereka tidak menggunakan kalendernya orang kafir, dan mereka membuat kalender
berdasarkan hijrohnya Rosululloh. ini semua menunjukkan atas wajibnya
menyelisihi orang-orang kafir dan masalah ini juga masalah lainnya yang
merupakan kekhususan mereka. (Al Wala’ wal Baro’ fil Islam hlm : 12)
Yang
sangat menunjukkan terhadap apa yag dikatakan oleh Syaikh Al Fauzan adalah
bahwa nama dari kelender masehi sangat kental hubungannya dengan kepercayaan paganisme bangsa
Romawi bisa dilihat dari nama-nama yang dipergunakan. Berikut ini kedua belas
nama bulan tersebut:
JANUARI. Merupakan bulan pertama dalam tahun Masehi. Berasal dari nama Dewa
Janus, Dewa bermuka dua, yang satu mengahdap ke depan dan yang satunya
menghadap ke belakang. Dewa Janus disebut juga sebagai Dewa Pintu.
FEBRUARI. Merupakan bulan kedua dalam tahun Masehi. Berasal dari nama dewa
Februus, Dewa Penyucian.
MARET. Merupakan bulan ketiga dalam tahun Masehi. Berasal dari nama Dewa
Mars, Dewa Perang. Pada mulanya, Maret merupakan bulan pertama dalam kalender
Romawi, lalu pada tahun 45 SM Julius Caesar menambahkan bulan Januari dan
Februari di depannya sehingga menjadi bulan ketiga.
APRIL. Merupakan bulan keempat dalam tahun Masehi. Berasal dari nama Dewi
Aprilis, atau dalam bahasa Latin disebut juga Aperire yang bereti ”membuka”.
Diduga kuat sebutan ini berkaitan dengan musim bunga dimana kelopak bunga mulai
membuka. Juga diyakini sebagai nama lain dari Dewi Aphrodite atau Apru, Dewi
Cinta orang Romawi.
MEI. Merupakan bulan kelima dalam kalender Masehi. Berasal dari nama Dewi
Kesuburan Bangsa Romawi, Dewi Maia.
JUNI. Merupakan bulan keenam dari tahun Masehi. Berasal dari nama Dewi
Juno.
JULI. Merupakan bulan ketujuh dari tahun Masehi. Di bulan ini Julius Caesar
lahir, sebab itu dinamakan sebagai bulan Juli. Sebelumnya bulan Juli disebut
sebagai Quintilis, yang berarti bulan kelima dalam bahasa Latin. Hal ini
dikarenakan kalender Romawi pada awalnya menempatkan Maret sebagai bulan
pertama.
AGUSTUS. Merupakan kedelapan dalam kalender Masehi. Seperti juga nama
bulan Juli yang berasal dari nama Julius Caesar, maka bulan Agustus berasal
dari nama kaisar Romawi, yaitu Agustus. Pada awalnya, ketika Maret masih
menjadi bulan pertama, Maret menjadi bulan keenam dengan sebutan Sextilis.
SEPTEMBER. Merupakan bulan kesembilan dari tahun Masehi. Nama bulan ini
berasal dari bahasa Latin Septem, yang berarti tujuh. September merupakan bulan
ketujuh dalam kalender Romawi sampai dengan tahun 153 SM.
OKTOBER. Merupakan bulan kesepuluh dari tahun Masehi. Nama bulan ini
berasal dari bahasa Latin Octo, yang berarti delapan. Oktober merupakan bulan
kedelapan dalam kalender Romawi sampai dengan tahun 153 SM.
NOVEMBER. Merupakan bulan kesebelas dari tahun Masehi. Nama bulan ini
berasal dari bahasa Latin Novem, yang berarti sembilan. November merupakan
bulan kesembilan dalam kalender Romawi sampai dengan tahun 153 SM.
DESEMBER. Merupakan bulan keduabelas atau bulan terakhir dari tahun Masehi. Nama bulan ini berasal dari bahasa Latin
Decem, yang berarti sepuluh. Desember merupakan bulan kesepuluh dalam kalender
Romawi sampai dengan tahun 153 SM.
Bahkan
asal usul kelender inipun sangat erat dengan agama Kristen. Sebagaimana yang
dikatakan oleh Wikipedia bahasa
Indonesia saat mendefinisikan kalender
masehi,: “Kalender Masehi
adalah kalender yang mulai digunakan oleh umat Kristen awal. Mereka berusaha
menetapkan tahun kelahiranYesus atau Isa sebagai tahun permulaan
(tahun 1). Namun untuk penghitungan tahun
dan bulan mereka mengambil kalender orang Romawi yang disebut kalender Julian. Kalender Julian lalu
disempurnakan menjadi kalender Gregorian.
Namun
apabila dalam kondisi yang mengharuskan untuk mengguakan kalender masehi, maka
insya Alloh tidaklah mengapa. Karena memang kita sekarang hidup disebuah zaman
yang sangat sulit atau bahkan hampir mustahil utuk tidak menggunakan
kelender itu.
Dan
inilah fatwa para ulama’ seputar hukum menggunakan kalender masehi :
HUKUM
MENGGUNAKAN KALENDER MASEHI
FATWA
AL-LAJNAH AD-DÂ`IMAH LIL BUHÛTSIL ‘ILMIYYAH WAL IFTÂ`
[KOMISI
TETAP UNTUK PEMBAHASAN ILMIAH DAN FATWA - ( SAUDI ‘ARABIA ) ]
Pertanyaan
Ke-2 dari fatwa nomor 2072
Pertanyaaan
: Bolehkah berinteraksi dengan kalender masehi dengan orang-orang tidak
mengetahui kalender hijriyah, seperti kaum muslimin non arab atau atau
orang-orang kafir mitra kerja?
Jawaban
: Tidak boleh bagi kaum muslimin menggunakan kalender masehi karena sesungguhnya
hal tersebut merupakan bentuk tasyabbuh (menyerupai) orang-orang nashara dan
termasuk syiar agama mereka. Sebenarnya kaum muslimin, walhamdulillâh telah
memiliki kalender yang telah mencukupi diri mereka yang mengaitkan mereka
dengan Nabi mereka Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam sekaligus ini merupakan
kemuliaan yang besar. Namun apabila ada suatu kebutuhan yang sangat terdesak
maka boleh menggabung kedua kalender tersebut.
Wabillahit
Taufiq. Washallallâhu ‘ala Nabiyinâ Muhammad wa Âlihi wa Shabihi wa sallam
Al-Lajnah
Ad-Dâ`imah Lil Buhûtsil ‘Ilmiyah Wal Iftâ`
Anggota
: Bakr Abû Zaid
Shâlih
Al-Fauzân
‘Abdullâh
bin Ghudayyân
Wakil
Ketua : ‘Abdul ‘Azîz Âlusy Syaikh
Ketua :
‘Abdul Azîz Bin ‘Abdillâh bin Bâz
FATWA
ASY-SYAIKH MUHAMMAD BIN SHÂLIH AL-’UTSAIMÎN
Pertanyaan:
Fadhîlatusy Syaikh, pertanyaanku ini ada 2 hal. Yang pertama bahwa sebagian
orang mengatakan kita tidak boleh mengedepankan kalender masehi daripada
kalender hijriyyah, dasarnya adalah karena dikhawatirkan terjadinya loyalitas
kepada orang-orang kafir. Akan tetapi kalender masehi lebih tepat dari pada
kalender hijriyyah dari sisi yang lain. Mereka mengatakan sesungguhnya
mayoritas negeri-negeri menggunakan kalender masehi ini sehingga kita tidak
bisa untuk menyelisihi mereka.
Jawaban:
Bahwa realita penentuan waktu berdasarkan pada hilâl merupakan asal bagi setiap
manusia, sebagaimana firman Allah subhanahu wa Ta’ala :
يَسْأَلونَكَ عَنِ الأَهِلَّةِ قُلْ هِيَ مَوَاقِيتُ لِلنَّاسِ وَالْحَجِّ
Mereka
bertanya kepadamu tentang hilâl. Katakanlah: “Hilâl itu adalah tanda-tanda
waktu bagi manusia dan (bagi ibadah) haji; [Al Baqarah: 189]
Ini
berlaku untuk semua manusia
Dan
bacalah firman Allah ‘Azza wa Jalla :
ِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْراً فِي كِتَابِ
اللهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ
“Sesungguhnya
bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah
ketika Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram.” [At
Taubah: 36]
Bulan-bulan
apakah itu? Maka tidak lain adalah bulan-bulan yang berdasarkan hilâl. Oleh
karena itu Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam menafsirkan bahwasannya empat bulan
tersebut adalah : Rajab, Dzulqa’dah, Dzulhijjah, dan Muharram. Inilah yang
merupakan pokok asal.
Adapun
bulan-bulan yang ada di tengah-tengah manusia sekarang ini adalah bulan-bulan
yang bersifat perkiraan dan tidak dibangun di atas dasar yang tepat. Kalau
seandainya hal itu berdasarkan bintang niscaya hal itu ada dasarnya karena
bintang sangat jelas keberadaannya di atas langit dan waktu-waktunya. Akan
tetapi bulan-bulan yang didasarkan atas prasangka tersebut tidaklah memiliki
dasar. Sebagai bukti, di antara bulan tersebut ada yang 28 hari dan sebagiannya
31 hari yang semua itu tidak ada dasarnya sama sekali. Akan tetapi apabila kita
dihadapkan pada dilema berupa kondisi harus menyebutkan kalender masehi ini,
maka kenapa kita harus berpaling dari kalender hijriyyah kemudian lebih memilih
kalender yang sifatnya prasangka dan tidak memiliki dasar tersebut?! Suatu hal
yang sangat mungkin sekali bagi kita untuk menggunakan penanggalan hijriyyah
ini kemudian kita mengatakan bahwa tanggal hijriyyah sekian bertepatan dengan
tanggal masehi sekian. Karena melihat kebanyakan dari negeri-negeri Islam yang
telah dikuasai oleh orang-orang kafir kemudian mereka merubah kalender
hijriyyah tersebut kepada kelender masehi yang hakekatnya itu adalah dalam
rangka untuk menjauhkan mereka dari perkara tersebut dan dalam rangka
menghinakan mereka.
Maka
kita katakan, apabila kita dihadapkan pada musibah yang seperti ini sehingga
kita harus menyebutkan kalender masehi juga, maka jadikanlah yang pertama kali
disebut adalah kalender hijriyyah terlebih dahulu kemudian kita katakan bahwa
tanggal hijriyyah sekian bertepatan dengan tanggal masehi sekian.
Kemudian
si penanya tadi mengatakan bahwa sisi yang kedua dari pertanyaan tersebut bahwa
beberapa perusahaan mereka mengatakan bahwa kami tidak menggunakan kalender
masehi ini untuk maksud berloyalitas kepada orang-orang kafir, akan tetapi
karena keadaan perusahaan-perusahaan yang ada di dunia ini yang kita menjalin
hubungan perdagangan bersamanya, menggunakan kalender masehi juga sehingga
akhirnya kita pun mau tidak mau menggunakan kalender masehi juga. Kalau tidak
maka disana ada suatu hal yang bisa memudharatkan diri kami baik dari hal-hal
yang berkaitan dengan transaksi dagang dan sebagainya. Maka apa hukum
permasalahan ini?
Jawabanya:
Bahwa hukumnya adalah suatu yang mudah. Sebenarnya kita bisa menggabung antara
keduanya. Misalnya engkau mengatakan bahwa aku dan fulan bersepakat dalam
kesepakatan dagang pada hari ahad misalnya, yang hari tersebut bertepatan
dengan bulan hijriyyah sekian, kemudian setelah itu baru kita sebutkan
penanggalan masehinya, kira-kira mungkin tidak?
Penanya
menjawab: Tentu, sesuatu yang mungkin.
(Liqâ`âtul
Bâbil Maftûh)
FATWA
FADHÎLATUSY SYAIKH SHÂLIH BIN FAUZÂN AL-FAUZÂN
Pertanyaan
: Apakah menggunakan kalender masehi termasuk sebagai bentuk wala’ (loyalitas)
terhadap Nashara?
Jawab :
Tidak termasuk sebagai bentuk loyalitas tetapi termasuk bentuk tasyabbuh
(penyerupaan) dengan mereka (Nashara). Para shahabat pun tidak menggunakannya,
padahal kalender masehi telah ada pada zaman tersebut. Bahkan mereka berpaling
darinya dan menggunakan kalender hijriyyah. Ini sebagai bukti bahwa kaum
muslimin hendaknya melepaskan diri dari adat kebiasaan orang-orang kafir dan
tidak membebek kepada mereka. Terlebih lagi kalender masehi merupakan simbol
agama mereka, sebagai bentuk pengagungan atas kelahiran Al-Masîh dan perayaan atas
kelahiran tersebut yang biasa dilakukan pada setiap penghujung tahun (masehi).
Ini adalah bid’ah yang diada-adakan oleh Nashara (dalam agama mereka).
Maka
kita tidak ikut andil dengan mereka dan tidak menganjurkan hal tersebut sama
sekali. Apabila kita menggunakan kalender mereka, berarti kita menyerupai
mereka. Padahal kita -dan segala pujian bagi Allah semata- telah memiliki
kalender hijriyyah yang telah ditetapkan oleh Amîrul Mu`minîn ‘Umar bin
Al-Khaththâb bagi kita di hadapan para sahabat Muhajirin dan Anshar ketika itu.
Maka ini sudah cukup bagi kita.
(Al-Muntaqâ
min Fatâwa Al-Fauzân XVII / 5, fatwa no. 153 )
Fatwa
Syaikh Jibrin
Syaikh
Abdulloh bin Abdur Rohman Jibrin berkata : “Cukup bagi kaum muslimin untuk
menggunakan kalender yang telah disepakati sejak zaman Umar bin khothob. Dimana
beliaulah yang menetapkan kalender hijriyyah karena dimulai dengan hijrohnya
Rosululloh, lalu hal ini diamalkan oleh kaum muslimin dalam kitab dan sejarah
mereka, meskipun mereka mengetahui adanya beberapa kalender sebelum itu. Hal
ini tetap berlangsung sampai sebagian besar negeri kaum muslimin dikuasai oleh
kaum nashoro, yang akhirnya mereka menjajah sekaligus memaksakan untuk
menggunakan kalender masehi, dengan tujuan agar kaum muslimin melupakan
kalender hijriyyah.
Kami
katakan : bahwa menggunakan kalender hijriyyah itu bisa mengingatkan pada
kejadian-kejadian pada sejarah islam, disamping bahwa kalender hijriyyah ini
lebih jelas karena bersandar pada hilal yang langsung bisa dilihat, yang dengan
melihatnya bisa mengetahui pergantian bulan. Maka kami nasehatkan kepada umat
islam untuk mencukupkan diri dengan kalender hijriyyah yang sudah diamalkan
kaum musin sejak dahulu kala. Dan hendaknya mereka berpaling dari kalender
masehi yang belum jelas kebenarannya.” (majalah dakwah vol : 2076)
E.
Kalender Hijriyyah
Kalender
hijriyah adalah kalender bulan yang tahun pertamanya dimulai dengan peristiwa
hijrohnya Rosululloh dari mekkah ke madinah.
Kalender
inilah yang secara resmi digunakan oleh kaum muslimin untuk urusan keagamaan
mereka.
Secara
umum kalender hijriyyah berbasis peredaran bulan mengelilingi bumi yang itu
setiap bulannya secara ilmu hisab memakan waktu 29 hari 12 jam 44 menit 3 detik
(29,5306 hari)
Sejarah
kalender ini berawal dari kalender pra islam yang telah kita singgung sebelum
ini. Kalender pra islam tersebut tetap disepakati oleh islam dengan menjadikan
satu tahun sama dengan 12 bulan dan empat diantaranya bulan haram (mulia) yang
satu bulanya berkisar antara 29 atau 30 hari.
Hal ini
sebagaimana firman Alloh :
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ
اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ
ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ
Sesungguhnya
hitungan bulan disis alloh ada 12 bulan dalam kitab Alloh pada hari menciptakan
lanit dan bumi, diantaranya terdapat empat bulan haram (mulia). Ini adalah
agama yang lurus. (QS. Al Ahqof : 15)
Dan
sabda Rosululloh :
إِنَّا أُمَّةٌ أُمِّيَّةٌ لاَ نَحْسِبُ وَلاَ نَكْتُبُ وَالشَّهْرُ هَكَذَا
وَهَكَذَا وَهَكَذَا ». وَعَقَدَ الإِبْهَامَ فِى الثَّالِثَةِ « وَالشَّهْرُ
هَكَذَا وَهَكَذَا وَهَكَذَا ». تَمَامَ الثَّلاَثِينَ.
“Sesungguhnya
adalah umat yang ummi, tidak menulis dan tidak menghitung. Satu bulan itu
demikian demikian dan demikian dan saat yang ketiga beliau melipat ibu jari
beliau. Juga terkadang demikian dan demikian. Maksudnya sempurna tiga puluh
hari.” (HR. Bukhori Muslim, dan lafadz ini dalam Muslim)
Adapu
nama tahunnya maka menggunakan patokan peritiwa-peristiwa besar saat itu. Hal
ini tetap berlangsung pada pemerintahan Abu Bakr Ash Shiddiq selama dua tahun
dan enam tahun pertama khilafah Umar bin Khothob.
Dan
pada tahun keenam pemerintahan beliau, Umar bin Khothob membuat sebuah kalender
yang dijadikan patokan kaum muslimin.
Imam
Ibnu Katsir menyebutkan : “Pada tahun 16 atau 17 atau 18 H, saat pemerintahan
Umar bin Khothob, para sahabat sepakat untuk menjadikan awal kalender
islam dari hijrohnya Rosululloh. ceritanya suatu ketika disampaikan kepada Umar
sebuah kertas perjanjian hutang, tertulis padanya bahwa jatuh tempo
pelunasan hutang tersebut pada bulan sya’ban. Maka umar berkata : “Sya’ban
kapan ini ? sya’ban tahun ini, tahun lalu atau tahun yang akan datang ?
kemudian beliau mengumpulkan para sahabat untuk minta musyawaroh mereka tentang
pembuatan kalender untuk bisa mengeathui waktu pelunasan hutang atau lainnya.
Maka ada yang mengusulkan : buat saja kalender seperti kalendernya orang
Persia.” Namun Umar tidak menyukainya. Ada lagi yang mengusulkan : buat saja
kalender seperti orang romawi.” Umar pun tetap tidak menyukainya. Ada yang
mengusulkan : buat kalender dari kelahiran Rosulullo. Yang lainya mengusulkan :
dari sejak diutusnya beliau. Ada yang mengusulkan : dari hijroh beliau, yang
lainnya mengusukan : dari tahun wafatnya beliau. Akhirnya kholifah Umar
cenderung pada menetapkan kalender dengan hijrohny Rosululloh disebabkan karena
kemasyhuran peristiwa itu dan para sahabatpun sepakat menyetujinya.” (Lihat Al
Bidayah wan Nihayah 4/510-511 dengan sedikit diringkas)
Ust.
Irfan anshory menyebutkan : “Pada masa Nabi Muhammad penyebutan
tahun berdasarkan suatu peristiwa yang dianggap penting pada tahun tersebut.
Misalnya, Nabi Muhammad s.a.w. lahir tanggal 12 Rabi'ul-Awwal Tahun Gajah ('Am
al-Fil), sebab pada tahun tersebut pasukan bergajah, Raja Abrahah dari Yaman
berniat menyerang Ka'bah.
Ketika
Nabi Muhammad wafat tahun 632, kekuasaan Islam baru meliputi Semenanjung
Arabia. Tetapi pada masa Khalifah Umar bin Khattab (634-644) kekuasaan Islam
meluas dari Mesir sampai Persia.
Pada
tahun 638, Gubernur Irak Abu Musa al-Asy'ari berkirim surat kepada Khalifah
Umar di Madinah, yang isinya antara lain: "Surat-surat kita memiliki
tanggal dan bulan, tetapi tidak berangka tahun. Sudah saatnya umat Islam
membuat tarikh sendiri dalam perhitungan tahun." Khalifah Umar bin Khattab
menyetujui usul gubernurnya ini. Terbentuklah panitia yang diketuai Khalifah
Umar sendiri dengan anggota enam Sahabat Nabi terkemuka, yaitu Utsman bin
Affan, Ali bin Abi Thalib, Abdurrahman bin Auf, Sa'ad bin Abi Waqqas, Talhah
bin Ubaidillah, dan Zubair bin Awwam. Mereka bermusyawarah untuk menentukan
Tahun Satu dari kalender yang selama ini digunakan tanpa angka tahun. Ada yang
mengusulkan perhitungan dari tahun kelahiran Nabi ('Am al-Fil, 571 M), dan ada
pula Yang mengusulkan tahun turunnya wahyu Allah yang pertama ('Am
al-Bi'tsah, 610 M). Tetapi akhirnya yang disepakati panitia adalah usul dari
Ali bin Abi Thalib, yaitu tahun berhijrahnya kaum Muslimin dari Mekah ke
Madinah ('Am al-Hijrah, 622 M).
Ali bin
Abi Thalib mengemukakan tiga argumentasi. Pertama, dalam Al-Quran sangat banyak
penghargaan Allah bagi orang-orang yang berhijrah. Kedua, masyarakat Islam yang
berdaulat dan mandiri baru terwujud setelah hijrah ke Madinah. Ketiga, umat
Islam sepanjang zaman diharapkan selalu memiliki semangat hijriah, yaitu jiwa
dinamis yang tidak terpaku pada suatu keadaan dan ingin berhijrah kepada
kondisi yang lebih baik.
Maka
Khalifah Umar bin Khattab mengeluarkan keputusan bahwa tahun hijrah Nabi adalah
Tahun Satu, dan sejak saat itu kalender umat Islam disebut Tarikh Hijriah.
Tanggal 1 Muharram 1 Hijriah bertepatan dengan 16 Tammuz 622 Rumi (16 Juli 622
Masehi). Tahun keluarnya keputusan Khalifah itu (638 M) langsung ditetapkan
sebagai tahun 17 Hijriah.
Dokumen
tertulis ber-tarikh Hijriah yang paling awal (mencantumkan Sanah 17 = Tahun 17)
adalah Maklumat Keamanan dan Kebebasan Beragama dari Khalifah Umar bin Khattab
kepada seluruh penduduk Kota Aelia (Jerusalem) yang baru saja dibebaskan laskar
Islam dari penjajahan Romawi.” (http://irfananshory.blogspot.com)
Kalender
hijriyyah inilah yang seharusnya digunakan oleh segenap umat islam dimanapun
berada, sehingga kaum muslimin bisa kembali pada apa yang dilakukan oleh
generasi awal mereka sejak zaman Khilafah Umar bin Khothob.
Syaikh
Abdul Lathif Al Qorni berkata : Nash-nash telah menunjukkan akan wajibnya
menggunakan kalender hijriyysh. Diantaranya :
1.Firman
Alloh :
يَسْأَلونَكَ عَنِ الْأَهِلَّةِ قُلْ هِيَ مَوَاقِيتُ لِلنَّاسِ وَالْحَجِّ
“Mereka
bertanya kepadamu tentang hilal. Katakanlah: “Hilâl itu adalah tanda-tanda
waktu bagi manusia dan (bagi ibadah) haji; [QS. Al Baqarah: 189]
Sisi
pengambilan dalilnya : Sesungguhnya Alloh menjadikan hilal sebagai tanda awal
dan akhir bulan, dengan terbitnya hilal berarti datang bulan baru dan berakhir
bulan lama. Hal ini menunjukan bahwa bulan itu harus berdasarkan peredaran
bulan karena berkaitan dengan hilal.
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyyah berkata : “Alloh menghabarkan bahwa hilal adaah
tanda-tanda waktu bagi manusia, dan ini berlaku untuk semua urusan baik dalam
hukum yang ditetapkan secara syar’I yang berupa mulai atau sebabnya sebuah
ibadah, atau hukum yang ditetapkan oleh manusia. Hukum apapun yang ditentukan
waktunya oleh syar’I ataupun hamba maka yang jadi patokan adalah hilal.
Contohnya puasa, haji, waktu ila’ serta iddah…” (Majmu’ Fatawa 25 / 134)
2.Firman
Alloh :
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْراً فِي كِتَابِ
اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ
“Sesungguhnya
hitungan bulan disisi Alloh ada 12 bulan dalam kitab Alloh pada hari
menciptakan langit dan bumi.” (QS. Al Ahqof : 15)
Sisi
pengambilan dalilnya : Sesungguhnya Alloh mensifati waktu itu dengan hilal, dan
apabila bulan yang ditentukan dnegan peredaran bulan itu sudah mencapai dua
belas, maka dinamakan satu tahun.
Fakhruddin
Ar Rozi berkata : “Para ulama’ mengatakan : berdasarkan ayat ini, maka wajib
bagi kaum muslimin dalam waktu jual beli, hutang, haul zakat dan selurh hukum
mereka agar berpedoman dengan hilal, dan tidak boleh untuk berpedoman pada
kalender romawi (masehi-pent).” (Tafsir mafatihul ghoib 16/53)
3.Rosullloh
bersabda :
“Apabila
kalian melihat hilal maka berpuasalah, dan apabila kalian melihat hilal maka
berhari rayalah, lalu jika tertutupi atas kalian maka sempurnakanlah.” (HR.
Bukhori Muslim)
Sisi
pengambilan dalil : Bahwa Rosululloh menjadikan waktu akhir sya’ban dan
masuknya Romadhon dengan hilal, maka demikian juga dengan bulan-bulan lainnya.
Semua
nash ini secara tegas menunjukkan bahwa yang harus dijadikan patokan adalah
adalah kalender hijriyyah bukan lainnya. Dan sebenarnya menggunnakan kalender
inilah yang lebih mudah untuk manusia ditambah lagi bahwa ini disepakat oleh
para sahabat dan tabi’in.
Syaikh
Muhammad bin sholih al Utsaimin berkata : “kalender harian dimulai dengan
terbenamnya matahari, kalender bulanan dimulai dengan hilal, sedangkan kalender
tahunan dimuali dengan hijrohnya Rosululloh. inilah yang diamalkan oleh kaum
muslimin dan para ulama’ dalam kitab-kitab mereka. (Dhiya’ lami’ hlm : 308).”
(Lihat
istikhdam Tarikh milady oleh Syaikh Abdul lathif al Qorni di
http://www.dorar.net/art/223)
F.
Upaya menuju kalender islam Internasional.
Perkembangan
global kehidupan umat manusia di dunia saat ini yang seakan akan hanya berada
dalam satu kampung kecil, dimana seseorang mengadakan transaksi muamalah dengan
lainnya yang berada jauh dibelahan bumi lainnya, terkadang ada sedikit
kesulitan untuk menentukan hari dan tanggalnya dengan kalender hijriyyah,
disebabkan adanya perbedaan tanggal antara kedua Negara. Hal ini sangat berbeda
dengan kalender masehi yang diseluruh dunia tanggal berada pada hari yang sama,
sedangkan pada kalender hijriyyah sangat ada kemungkinan ketidak samaan hari
dan tanggal.
Dari
sinilah maka berkembang pemikiran untuk membuat sebuah kalender islam yang
bersifat internasional untuk urusan administrasi perkantoran, hubungan
perdagangan maupun lainnya.
secara
umum usulan kalender hijriyah internasional yang ada dapat dipilah
menjadi dua kelompok, yaitu : Kalender zonal dan kalender terpadu (unifikasi).
Berikut ini gambaran secara singkat tentang berbagai usulan tersebut. Namun
sebelumnya, marilah kita tengok sekilas tentang kalender Ummul Quro.
1.Kalender
Ummul Quro
Kalender
Ummul Quro adalah kalender yang resmi digunakan di Kerajaan Arab Saudi, tapi
hanya untuk urusan sipil dan administrasi saja, adapun yang berhubungan dengan
hari keagamaan seperti puasa dan hari raya maka itu yang itu hak majlis qodho
a’la (majlis hakim agung) yang menggunakan kaedah rukyatul hilal. Kalender
ummul quro ini juga diikuti oleh sebagian negeri muslim seperti Qotar dan
Bahroin.
Kalender ini merupakan pelanjut dari dua kalender
sebelumnya, yaitu Kalender Nejed dan Kalender Kerajaan Arab Saudi. Kedua
kalender ini dipadukan dan diberi nama Kalender Ummul Qura. Sebelum mencapai
bentuk final seperti sekarang Kalender Ummul Qura telah mengalami
perubahan-perubahan prinsip. Menurut Zakki al Mushthofa dan Yasir Mahmud
Hafizh, keduanya dari Pusat Ilmu dan Teknologi Raja Abdulaziz (King Abdulaziz
City for Science and Technology), kalender ini telah mengalami empat tahap
perkembangan:
1.
Fase pertama, sejak tahun 1370/1950 hingga tahun
1392/1972.
2. Fase kedua : sejak tahun 1393/1973 hingga
tahun 1419/1998
3. Fase ketiga : sejak tahun 1419/1998 hingga
tahun 1422/2002
4. Fase keempat : sejak tahun 1423/2003
hingga sekarang.
Saat
ini, kalender ummul quro berdasarkan pada dua kreteria, yaitu : pertama :
pada tanggal 29 bulan berjalan telah terjadi konjungsi
sebelum terbenamnya matahari. Kedua : bulan berada diatas ufuk setelah
terbenamnya matahari. Apabila kedua kreteria ini terpenuhi , maka esok harinya
diangap bulan baru.
3.Kalender
zonal
Terdapat
beberapa usulan dari ahli astronomi muslim untuk membuat kelender internasional
namun tetap menggunakan prinsip zonal (membagi dunia menjadi beberapa daerah).
Diantara usulan tersebut adalah :
a.Kalender
Ilyas
Upaya
yang pertama kali untuk membuat kalender hijriyyah internasional adalah apa
yang dilakukan oleh Astronom muslim asal Malaysia yang bernama Muhammad Ilyas
sejak 8 dekade yang lalu. Usulan beliau ini didasarkan pada dua hal :
Pertama
: Hisab imkanur rukyat yang sekaligus berfungsi untuk menemukan :
Kedua :
Garis tanggal qomariyyah internasional.
Kalender
Ilyas ini pertama kali dipromosikan oleh suatu badan dari University of
science Malaysia yang disebut International Islamic Calaender Programe.
b.Kalender
usulan Qosim dkk
Qosim,
al Utbi dan Mizyan dalam buku mereka “Itsbat syuhur al hilaliyyah wa musykilat
tauqit islami” mencoba mengusulkan kalender hijriyyah internasional dengan
menggunakan prinsip membagi dunia menjadi 4 zona yang sekaligus menjadi garis
tanggal qomariyyah.
c.Kalender
Qosim Al Audah
Pada
tahun 2006, Qosim al Audah mengusulkan kalender baru dengan menggunakan
prisip :
- Dunia
dibagi menjadi 2 zona, zona barat dan zona timur
- Bulan
qomariyyah baru dimulai di kedua zona tersebut pada hari
berikutnya apabila konjungsi terjadi sebelum fajar di mekkah
- Bulan
baru dimulai pada hari berikutnya dizona barat dan ditunda sehari dizona
timur apabila konjungsi di mekkah setelah fajar.
d.Kalender
hijriyah universal
kalender
ini diusulkan oleh komite hilal, kalender dan mawaqit dibawah organisasi Union
for astronomy and space sciences (AUASS). Salah satu tokohnya adalah Muhammad
syaukat audah.
Prinsip
yang dugunakan :
-
membagi dunia menjadi dua zona
- Bulan
baru dimulai pada keesokan hari dimasing-masing zona bila pada tanggal 29
sore bulan berjalan dimungkinkan dimungkinkan terjadi rukyat didaratan zona
bersangkutan.
4.
Kalender Unifikasi (Terpadu)
Usul untuk kalender hijriah yang ingin menyatukan
seluruh dunia pertama kali digagas oleh jamaluddin Abdur Roziq dari Maroko. Ia
menamakan kalender usulannya At taqwim al Qomari al Islami al Muwahhad
(Kalender Qamariah Islam Unifikasi (Terpadu).
Upaya ini dikuti oleh beberapa ahli astronomi lainnya.
diantaranya : Kholid Syaukat dari Amerika serikat juga apa yang dilaksanakan
pada pertemuan ahli untuk pengkajian masalah penentuan bulan qomariyah di
kalangan muslim yang berlangsung di Maroko tanggal 9-10 Desember 2006, mereka
merekomendasikan kaidah hisab kalender yang sama seperti dikemukakan oleh
jamaluddin. Demikian pula Majlis fikih Amerika Utara juga mengadopsi kaidah
hisab kalender jamaluddin.
Kesimpulannya, sampai saat ini ada dua pandangan untuk
membuat klender islam internasional, yaitu kalender zonal dan kedua
kalender unifikasi. (Lihat
Hari raya dan problematika hisab rukyat oleh Prof. DR. H. Syamsul Anwar, MA hlm
: 123-147)
Namun
sekali lagi saya tegaskan bahwa semua upaya pembuatan ini adalah upaya yang
baik insya Alloh, namun harus hanya digunakan untuk urusan sipil, admisintrasi,
hubungan bilateral antara Negara maupun yang semisalnya, dan tidak boleh
digunakan untuk dasar menetapkan hari-hari keagamaan seperti awal dan akhir
puasa serta hari raya. Untuk urusan keagamaan harus tetap menggunakan prinsip
rukyatul hilal secara visual. Wallohu a’lam.
Muhammad
Said Aidi SH.I
Kepala
Departemen Penelitian dan Pengembangan IPNU DKI Jakarta
0 comments:
Post a Comment